(Happy) Ending Film.
–Untuk Hari Jumat, Untuk Hari Film Nasional, Untuk Hari Paskah.
Childlike was your first gracious allurement / Her offering hands touched mine in content – Holding Hands, Downset.
Terima kasih, adalah kata yang tak ternilai ketika mengikuti dua kelas bahasa internasional di dua Institusi. Selain bicara tentang masakan, fashion, politik, dan banyak tema lainnya, dan tentu saja, film; dalam satu sudut pandang secara subyektif, film sebagai ‘tool’ untuk membantu perkembangan menguasai bahasa. Bersama pengalaman, di satu kelas, perdebatan yang tak pernah berakhir tentang mana yang lebih bagus, film manca negara atau film Indonesia, dimunculkan, namun hanya untuk menambah pandangan-pandangan lain.
Berangkat dari disiplin ilmu teknik dan penggemar roman (novel) menuju ke pemahaman audio-visual, memang tak mudah. Namun ada banyak arah menikmati budaya layar, kita bisa memulai gerakan dari bangunan berupa bioskop dan film. Dua domain itu, bioskop dan film menjadikan hal yang perlu ditafsir ulang ketika membaca tesis ‘Sejarah dan Produksi Ruang Bioskop,’ (1) Patricia Elida Tamalagi, pendiri Kinoki, bioskop alternatif di Yogyakarta yang beroperasi dari 2005 sampai 2010, yang berpulang kala hampir merampungkan tesisnya yang luar biasa. Dan dalam pengantar tesis ‘Sejarah dan Produksi Ruang Bioskop’, salah satu pengajar di Sanata Dharma, Katrin Bandel, menulis, “Saya berusaha untuk sebisa mungkin sekadar merapikan tulisan yang masih berupa draft tersebut tanpa mengubah substansinya, serta menambahkan kesimpulan singkat di akhir tulisan.” (2)
Patricia Elida Tamalagi, membukakan mata bahwa film tak melulu perkara Hollywood, Bollywood, Jean-Luc Godard di Prancis atau Festival Berlin; dan mengajak untuk melihat secuil perkembangan sejarah bioskop, seperti yang Patricia tulis, “ Maka dibangunlah bioskop khusus untuk orang Eropa, seperti Decca Park di Jakarta dan Concordia di Bandung. Di samping itu, terdapat bioskop untuk kelas bawah, seperti Kramat di Senen dan Rialto yang kini menjadi gedung wayang orang Bharata.” (3)
Dan untuk Hari Jumat yang istimewa dan sebagai penggemar (awam) film pendek, maka untuk merayakan Hari Jumat, Hari Film Nasional, atau Hari Paskah, tak ada salahnya untuk memutar film pendek Indonesia favorit, Arah Kisah Kita, (4) besutan Salman Aristo.
Seberani apa kau mencintai dan mencari arah hidupmu?