Celengan Babi.

a20180423_101828

Di sofa kecilnya, sofa Vallentuna, sleeper sectional yang berwarna abu-gelap, ayah muda itu menutup bukunya tentang tabungan dan investasi yang pernah dianalisis oleh seorang profesor lulusan dari Nederlandse Economise Hogeschool, Rotterdam, Belanda, ketika duduk menemani puteri kecilnya yang sedang menonton film Korea tentang kakak-adik, Jin dan Bin (1) (2). Ketika film itu usai, puteri kecilnya mendadak pergi ke kamar, dan terdengar suara, cring, cring, dan cring.

Ayah muda meletakkan buku, melangkah ke kamar puteri kecilnya dan penasaran apa yang sedang dilakukannya. Di depan pintu kamar kecil milik puterinya, ayah muda melihat puteri kecilnya memegang celengan babi. Dan menyapa dengan lirih :

“Ada apa dengan tabunganmu, gadis manis?”

Puteri kecilnya yang berponi itu hanya menggeleng.

Si ayah muda mendekat. Romantisme ayah muda dan puteri kecilnya hadir, menyeruak seketika itu juga, di tepi kasur kecil bercover Masha and The Bear. Dan percakapan pun terjadi :

“Aku nggak jadi beli boneka, Yah.”

Si ayah muda kaget, sebab puteri kecilnya menabung demi boneka kecil yang diinginkannya.

“Loh, kenapa?”

“Aku ingin celengan babiku ini untuk adikku nanti, Yah. Seperti si Jin yang jaga adiknya si Bin, Yah.”

Ayah muda hanya terdiam, mendekap tubuh kecil puterinya, mencium ubun-ubun gadis kecilnya dan meneteskan air mata.

Tanpa disadari oleh ayah dan anak itu, jauh dibelakang mereka, si ibu mendengar percakapan intim itu di depan pintu kamar puteri kesayangannya, tersenyum dan meneteskan air mata kebahagiaan.

Tinggalkan komentar